Aturan Dasar Mendirikan Bangunan Di Pulau Bali

Ketika kalian berkunjung ke Bali kalian pasti akan bisa melihat bahwa banyak sekali bangunan di pulau ini yang berbentuk serupa, tidak hanya di beberapa tempat wisata saja tapi juga kita akan menemukannya di Hotel di Bali. Bentuk bangunan tradisional yang serupa ini menjadi ciri khas banyak bangunan di Bali yang disukai tidak hanya oleh wisatawan domestik saja tetapi juga oleh wisatawan mancanegara.

tata bangunan baliBanyak aturan dan tatanan adat serta filosofi agama yang harus ditaati oleh seorang arsitek tradisional Bali (Sering di sebut Undagi) dalam membuat sebuah bangunan tradisional, dari mulai masa pelaksanaan hingga masa peresmian bangunan tersebut. Undagi harus mampu untuk memahami berbagai hal diantaranya seni, komposisi, proporsi, teknis, rasa ruang, filosofi agama, aturan adat (awig-awig) serta harus memahami puja mantra karena undagi ini lah yang berhak melaksanakan semua proses upacara yang akan dilangsungkan.

Terdapat aturan dasar yang berlaku dalam menyusun sebuah rancangan bangunan tradisional baik untuk tempat tinggal maupun untuk tempat ibadah di Bali. Aturan tersebut tidak berbeda jauh dengan FengShui (mengatur tata cara, tata letak dan tata bangunan) namun di Bali disebut Asta Kosala Kosali. Berikut ini beberapa aturan dasar mendirikan bangunan di Bali:

  • Filosofi Ruang

Dalam filosofi Agama Hindu dikenal 3 lapisan nilai (Tri Angga), yaitu “utama-madya-nista”. Utama merupakan simbol dari bagian atas (diwujudkan dengan atap) dan merupakan bagian yang dianggap paling suci dalam rumah sehingga digambarkan merupakan tempat tinggal Dewa atau leluhur yang sudah meninggal. Madya yaitu bangunan tengah rumah yang diwujudkan dengan dinding, jendela dan pintu. Nista merupakan bagian paling bawah sebuah bangunan dan diwujudkan dengan pondasi bangunan. Tata letak bangunan di Bali mengikuti konsep Nawa Sanga atau 9 arah mata angin.

  • Upacara

Setiap bangunan di Bali selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan Wiswakarma. Sejak mulai memilih lokasi, membuat bangunan dasar hingga bangunan selesai. Tujuannya adalah meminta restu pada Bhagawan Wiswakarma agar bangunan tersebut hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi yang akan menempatinya. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu di Bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung sedangkan manusia yang menempati bangunan tersebut adalah bagian dari buana alit, agar tercipta keseimbangan antara kedua alam tersebut maka harus ada keseimbangan antara kedua unsur tersebut