Mengenang Sejarah di Balik Berdirinya Monumen Nasional
Monumen Nasional atau yang sering disingkat menjadi monas, merupakan sebuah bangunan yang berdiri dengan kokoh dan menjadi salah satu ikon penting kota Jakarta. Dengan ketinggian mencapai lebih dari 100 meter, membuat monumen ini lebih tinggi dari beberapa bangunan hotel di Jakarta. Sehingga, puncak monas ini dapat dinikmati dari berbagai sisi kota Jakarta.
Desain awal monumen nasional dibuat oleh Frederich Silaban pada saat komite nasional yang dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1954 mengadakan sayembara untuk perancangan monumen nasional. Frederich Silaban berhasil mengalahkan 50 karya lainnya yang ikut berkompetisi pada sayembara pertama. Bahkan, pada saat sayembara kedua dibuka dan lebih banyak lagi peserta yang mengirimkan hasil karyanyapun, karya Frederich Silaban tetap tidak tergeser. Namun, pada saat karya ini diajukan kepada Presiden Soekarno, beliau kurang menyukainya karena menginginkan sebuah bangunan yang terdiri dari lingga dan yoni.
Lingga sendiri adalah sebuah arca atau objek pemujaan umat Hindu. Berasal dari kata Siwalingga dan biasanya berbentuk sebuah objek yang berdiri tegak. Sementara Yoni sendiri memiliki banyak arti, antara lain tempat melahirkan sarang, rumah, tempat duduk. Biasanya, Yoni digambarkan dengan bentuk cekung ke dalam dan berlubang. Baik Lingga maupun Yoni merupakan lambang dari kesuburan, dan keduanya saling melengkapi.
Frederich Silaban kemudian diminta untuk membuat revisi terhadap desainnya sesuai dengan permintaan Presiden Soekarno. Namun, desain yang dibuat ternyata membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk merealisasikannya. Sementara, Frederich juga menolak untuk mengubah atau menyederhanakan desainnya tersebut dan mengajukan untuk menunda pembangunannya hingga negara sudah memiliki cukup dana. Akan tetapi, Presiden Soekarno ingin monumen tersebut tetap dibangun dan meminta bantuan seorang arsitek bernama R.M. Soedarsono untuk menyederhanakan desain tersebut. Tidak hanya itu saja, monumen nasional ini mengandung banyak sekali hal yang mengingatkan kita akan sejarah Indonesia yaitu:
- Tinggi pelataran cawan yaitu 17 meter, sesuai dengan tanggal kemerdekaan Indonesia.
- Tinggi ruang museum sejarah yaitu 8 meter, sesuai dengan bulan kemerdekaan Indonesia.
- Luas pelataran cawan yaitu 45×45 meter, sesuai dengan tahun kemerdekaan Indonesia.
Pembangunan monas pertama kali dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, namun baru selesai kemudian diresmikan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dan, proses pembangunanya juga melalui 3 tahap, yaitu:
- Tahap pertama (1961-1963)
Tahap ini dimulai sejak penancapan pasak beton pertama oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961. Keseluruhan pemancangan pondasi selesai pada bulan Maret 1962 dan dinding museum dasar selesai pada Oktober. Sementara, bagian obelisk (lingga) selesai pada Agustus 1963.
- Tahap kedua (1966-1968)
Pembangunan monas sempat terhenti akibat adanya G30SPKI, dan kemudian dilanjutkan hingga tahun 1968.
- Tahap ketiga (1969-1976)
Ini adalah tahap akhir pembangunan monas, yaitu dengan menambahkan diorama pada bagian museum. Pada tahap ini juga, monas akhirnya resmi dibuka untuk umum pada tahun 1975 oleh Presiden Soeharto.
Pada bagian puncak monumen ini terdapat sebuah api perunggu setinggi 17 meter dengan diameter yaitu 6 meter. Lidah api ini pada awalnya dilapisi emas seberat 35 kilogram, namun pada saat ulang tahun ke-50 Indonesia kemarin ditambahkan menjadi 50 kilogram. (Vita)